Pegunungan JayaWijaya
Kabupaten Puncak Jaya,
Provinsi Papua
Indonesia
All About Puncak Jayawijaya
Jika
Anda menyangka bahwa di daerah tropis tak akan menemukan pegunungan yang
diselimuti salju, Anda dapat meralat anggapan tersebut setelah berkunjung ke
Puncak Jayawijaya, puncak tertinggi di Pegunungan Sudirman (Sudirman Range) di
Provinsi Papua. Puncak Jayawijaya atau yang lebih singkat disebut Puncak Jaya,
memiliki ketinggian mencapai + 4.884 meter di atas permukaan laut (dpl),
sehingga memungkinkan daerah ini diselimuti oleh salju abadi.
Namun, salju abadi
tersebut diperkirakan bakal menyusut, bahkan mengering. Dalam sejumlah
penelitian disimpulkan bahwa endapan es di pegunungan ini dari tahun ke tahun
mengalami penyusutan yang serius. Penyusutan salju di Pegunungan Sudirman ini
diakibatkan oleh pemanasan global. Sehingga, bukan tidak mungkin kelak
pegunungan ini akan kehilangan salju seperti yang terjadi pada Gunung
Kilimanjaro di Tanzania. Nah, sebelum perkiraan itu betul-betul menjadi nyata,
tak ada salahnya Anda mencoba menaklukkan puncak tertinggi di Indonesia ini.
Selain dikenal
dengan nama Puncak Jaya, puncak tertinggi ini juga terkenal dengan sebutan
Carstensz Pyramide, atau Puncak Carstensz. Nama tersebut diambil dari seorang
petualang dari negeri Belanda, yakni Jan Carstensz, yang pertama kali melihat
adanya puncak gunung bersalju di daerah tropis, tepatnya di Pulau Papua.
Pengamatan tersebut dilakukan oleh Jan Carstensz melalui sebuah kapal laut pada
tahun 1623. Karena belum bisa dibuktikan dengan pengamatan langsung, laporan itu
dianggap mengada-ada. Sebab, bagi orang Eropa, menemukan pegunungan bersalju di
tanah tropis adalah sesuatu yang hampir mustahil.
Kebenaran laporan Carstensz terungkap setelah hampir tiga
ratus tahun kemudian, ketika tahun 1899 sebuah ekspedisi Belanda membuat peta
pulau Papua dan menemukan puncak gunung yang diselimuti salju sebagaimana
dilaporkan oleh Carstensz. Untuk menghormati Carstensz, maka puncak gunung
tersebut kemudian diberi nama sesuai namanya. Sedangkan sebutan Puncak
Jayawijaya merupakan pemberian Presiden Soekarno setelah berhasil merengkuh
kedaulatan Papua Barat dari Belanda. Nama ini mengandung makna “puncak kemenanganâ€, sebagai ungkapan syukur atas bersatunya
Papua Barat dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pendaki pertama
yang tercatat pernah menaklukkan Puncak Jaya adalah tim ekspedisi yang dipimpin
oleh Heinrich Harrer pada tahun 1962. Heinrich Harrer adalah seorang pendaki
ulung dan pengarang kawakan. Bukunya yang terkenal, Seven Years in Tibet,
merupakan kisah nyata pengembaraan dan persahabatannya di pegunungan Himalaya,
Tibet. Sebelum Harrer, sebetulnya telah banyak para pendaki lain yang mencoba
melakukan pendakian, namun belum pernah ada yang berhasil. Setelah Heinrich
Harrer, menyusul ekspedisi dari Indonesia berhasil mencapai puncak. Ekspedisi
yang dipimpin oleh Letnal Kolonel Azwar Hamid dari Direktorat Topografi
Angkatan Darat ini berhasil mencapai Puncak Jaya pada tahun 1964.
Keistimeweaan
Gunung Jayawijaya dikenal sebagai salah satu dari tujuh
puncak tertinggi dunia (seven summit). Oleh sebab itu, mendaki puncak setinggi
4.884 meter dpl merupakan cita-cita para pendaki sejati, apalagi pendakian ke
Puncak Jaya merupakan penaklukan terhadap gunung yang berselimut salju.
Berbagai rintangan yang disuguhkan dalam pendakian, seperti kondisi alam yang
terjal, suhu yang sangat dingin, angin kencang dan hujan, serta minimnya
oksigen di daerah ketinggian merupakan tantangan yang harus ditaklukkan oleh
para pendaki.
Puncak Jayawijaya
merupakan salah satu puncak gunung bersalju yang ada di perlintasan garis
khatulistiwa, selain pegunungan di Afrika dan Amerika Latin. Jika dilihat dari
udara, Puncak Jayawijaya nampak seperti permadani hitam yang diselimuti oleh
tudung putih. Jika matahari sedang cerah, maka hamparan salju tersebut akan
memantulkan cahaya mentari yang menyilaukan. Kandungan es di pegunungan ini
diperkirakan mencapai 5 persen dari cadangan es dunia yang berada di luar Benua
Antartika. Namun akibat pemanasan global, jumlah tersebut dari tahun ke tahun
kian menyusut. Jika dilihat dari tipe gletsernya, kawasan bersalju di
Jayawijaya masuk ke dalam tipe Alpine Glaciation. Sementara gletser (aliran
lumeran salju) di wilayah ini masuk ke dalam tipe Valley Glacier, yaitu aliran
gletser yang mengalir dari tempat tinggi menuju daerah yang lebih rendah. Oleh
sebab itu, di daerah ini dimungkinkan terdapat aliran sungai es.
Tak
hanya menikmati pesona alam bersalju di daerah tropis, di pegunungan ini
wisatawan juga dapat menyaksikan langsung bukti-bukti geologis mengenai sejarah
pembentukan Pegunungan Jayawijaya. Penelitian-penelitian geologi menemukan
bukti-bukti empirik bahwa pegunungan
ini semula merupakan dasar laut yang dalam. Seorang ahli geologi bernama
Fransiskus Benediktus Widodo Margotomo menyebutkan bahwa pembentukan Pulau
Papua dengan puncaknya di Jayawijaya terjadi sekitar 60 juta tahun yang lalu.
Pulau ini terbentuk dari bebatuan sedimen yang terangkat akibat tumbukan
lempeng Indo-Pasifik dan Indo-Australia di dasar laut, sehingga mengakibatkan
dasar laut terangkat menjelma menjadi sebuah pulau besar. Bukti-bukti tersebut
dapat dilihat dari fosil hewan-hewan laut yang tertinggal di bebatuan
Pegunungan Jayawijaya. Oleh sebab itu, selain menjadi surga bagi para pendaki,
kawasan ini juga merupakan surga bagi penelitian geologis.
Jika
Anda berminat menjelajahi Pegunungan Jayawijaya, tentu saja hal utama yang
perlu dipersiapkan adalah kesiapan fisik, perbekalan, dan logistik. Latihan
rutin di daerah dengan suhu yang cukup dingin merupakan salah satu pembiasaan
yang cukup efektif untuk menghindari ancaman hipotermia (hypothermia), yaitu
hilangnya panas tubuh karena berada di daerah yang bersuhu sangat dingin. Di samping
itu, aspek perizinan juga harus dipersiapkan jauh hari sebelum pelaksanaan
pendakian. Sebab, selain karena medannya yang berat, kawasan Papua kerap kali
dilanda kerusuhan, perang antarsuku, serta gangguan keamanan lainnya. Sulitnya
perizinan untuk mendaki "atap
Indonesia" ini kerap memunculkan ungkapan satir: "lebih sulit mengurus izinnya daripada mendaki gunungnya".
Akses
Mengingat
medan pendakian yang berat, proses perizinan yang rumit, serta jaminan keamanan
ketika proses pendakian, sebaiknya para pendaki memanfaatkan jasa agen
perjalanan yang berpengalaman. Berbagai agen perjalanan yang memiliki reputasi
internasional telah menyediakan dua pilihan jalur pendakian, yaitu jalur klasik
melalui Desa Ilaga, atau jalur kedua yang lebih nyaman dengan menumpang helikopter
menuju base camp Bukit Danau (Danau Valley).
Jasa agen perjalanan tersebut biasanya akan
menangani juga masalah perizinan, transportasi dari Jakarta menuju Papua,
persewaan helikopter menuju base camp, pemandu pendakian, asuransi, serta
latihan dan pengkondisian tim sebelum pendakian. Tentu saja, biaya per orang
untuk satu tim pendakian dengan menggunakan jasa agen perjalanan memerlukan
biaya yang cukup besar, yaitu sekitar 10.000 USD per orang (atau sekitar
seratus juta rupiah lebih).
GALERI FOTO
pengen banget dah mendaki disini,
BalasHapustapi lum ada pengalaman